Senin, 29 Desember 2014

Cerita antara Saya dan Kapur Tulis Sarjana


Pelajar Indonesia di kurun waktu 1998-2010-an pasti pernah mengenal atau setidaknya pernah menggunakan kapur tulis dengan merek "Kapur Tulis Sarjana". Mungkin mereka yang sekolahnya diperkotaan tidak mengenalnya karena telah menggunakan spidol, tapi mustahil sekali jika demikian. Karena di negara kaya sumber daya alam ini (baca: Indonesia), penggunaan spidol sangat sedikit sekali jumlahnya. Yah, dikit banget. Dan kebanyakan pake kapur tulis untuk nulis di papan hitam atau papan hijau.

Okelah, panjang urusannya jika membahas kapan penggunaan spidol dan white board karena banyak banget referensinya dan itu udah terwakili. Oke, ini mah cuma sekedar nostalgiaan saya dengan kapur tulis yang satu ini. Nih penampakannya:


Tentu ingat bukan? bagi yang sekarang udah moderen dikelasnya (udah pake spidol) mungkin akan ingat masa kecil atau beberapa taun kebelakang akan memori masa sekolah dengan benda yang satu ini khusunya kapur tulis Sarjana dengan catatan dia pernah menggunakan. Saya yakin banget seengganya anak yg mulai sekolah ditaun 1998-2010an pasti pernah meraskan nulis pake kapur ini di bor, di kursi temen atau nulis cinta ditembok.  (nb: saya mulai TK sekolah taun 1998).

Jujur, saya sempet ingin nangis pas liat kapur ini ada diatas mesin jahit nenek saya. Kenapa demikian? Kenapa Adera Teguh (Baca: Calon Motivator Terkenal, (doakan: Aamiin)) ingin nangis liat benda ini?

Jawabannya adalah kenangan. Yaps, sejak saya sekolah di SMK saya gak pernah lagi menggukan benda ini untuk nulis. Karena sekolah sudah menggantinya dengan spidol. Maklumlah, sekolah milik pemerintah provinsi dan kala itu terdaftar sebagai sekolah RSBI. Di kuliahan pun sama, walaupun saya kuliah di universitas swasta, disini pun gak pake kapur tulis. Hiks hiks hiks. Padahal sekelas MIT, Yale, dan University of Tokyo masih mempertahankan kapur tulis karena menggunakan kapur tulis lebih baik dalam penyerapan ke otak dibandingkan dengan menggunakan spidol.

Waktu sekolah dulu, kapur ini dominan digunakan di sekolah. Sejak TK sampe SMP kapur yang sering digunakan adalah kapur sarjana. Jadi kapur tulis ini amazing banget. yahhh, keren deh, kayaknya dari Sabang sampai Merauke pake kapur sarjana. Pernah denger perang kapur? Atau jahil dengan kapur dan penghapusnya? Pokonya keributan itu gak lengkap tanpa kapur dan penghapus (titik).

Inspirasi dari Kapur Sarjana

Selain untuk perang dikelas, kapur sarjana ini memberi inspirasi bagi saya. Waktu TK guru saya selalu mengatakan gantungkan cita-citamu setinggi langit. Terus nyanyi dan mengajar. Nah saya inget banget waktu itu beliau bilang didepan kelas kurang lebih seperti ini:

"Jangan takut maju kedepan untuk menjawab dipapan tulis, adik-adik, jangan takut salah. Kalian liat ini? Ini kapur merek Sarjana. Adik-adik harus tau bahwa sarjana itu orang pintar, berani dan dihormati. Jadi tidak boleh takut maju kedepan kalau mau jadi sarjana. Ayo angkat tangan siapa yang mau jadi sarjana?

Sejak saat itulah kapur ini menginspirasi. Saya tak ragu maju kedepan. Sampai-sampai ini merangsang saya untuk giat belajar menghapal buku pelajaran agar bisa menjawab dipapan tulis. Dan akhirnya berhasil, sampai dapat prestasi dikelas walaupun sedikit bandel, he. Itu semua karena sewaktu kecil saya ingin sekali jadi sarjana. Harapan orang tua pun agar bisa jadi sarjana. Baca buku disekolah bahwa menjadi sarjana itu keren banget. Apalagi pas baca buku sains. Karena di Ensiklopedia disebutkan penemu itu kebanyakan sarjana, bukan master atau doktor. Terus sempet berpikir suatu hari nanti saya bisa menemukan sesuatu dan jadi sarjana seperti para ilmuan.

Alhamdulillah sekarang sejak 2013 saya terdaftar sebagai mahsiswa dan Insya-Allah lulus sarjana. Keilmuan yang dipelajari adalah biologi terapan yakni pertanian dengan program studi agroteknologi jurusan ilmu hama dan penyakit tumbuhan. 

Itu cerita saya dengan kapur tulis sarjana. Kamu?

Sumber: Kehidupan Pribadi